Qishash
al-Anbiya – Ibnu Katsir
اسلم عليكم, puji dan
syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah
yang telah memberikan kesehatan kepada kita
dan memberikan kesabaran terhadap setiap ujian yang diberikan-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang shaleh. Semoga kita selalu berada dalam rahmat-Nya. امين
yang telah memberikan kesehatan kepada kita
dan memberikan kesabaran terhadap setiap ujian yang diberikan-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang shaleh. Semoga kita selalu berada dalam rahmat-Nya. امين
Shalawat
teriring salam semoga terlimpah kepada nabi dan rasul yang diutus untuk menebar
rahmat bagi seluruh alam, Nabi Muhammad
.
.
(Apabila simbol untuk gelar Rasul dan Allah tidak muncul di layar Anda, silahkan download font berikut agar simbol dapat muncul sebagaimana mestinya.) Download Font Di Sini
Ia adalah Hud bin Shalikh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh. Salah stau
sumber menyatakan, Hud adalah Abir bin Syalikh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.
Sumber lain menyebut Hud bin Abdullah bin Rabbah Al-Jarud bin Ad bin Aush bin
Iram bin Sam bin Nuh, seperti yang disebutkan Ibnu Jarir.
Kaum Hud berasal dari sebuah kabilah bernama Ad bin Aush bin Sam bin
Nuh. Mereka adalah bangsa Arab yang tinggal di pegunungan-pegunungan pasir di
Yaman, tepatnya di antara Oman dan Hadhramaut, di kawasan sepanjang pantai
bernama Syahar, lembah mereka bernama Mughits.
Mereka sering kali tinggal di dalam perkemahan-perkemahan dengan
tiang-tiang yang besar, seperti yang disampaikan Allah, “Tidakkah engkau
(Muhammad) memperhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap (kaum) Ad? (yaitu)
penduduk Iram (ibukota kaum Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi.”
(Al-Fajr, 89 : 6-7). Yaitu penduduk Iram dari kabilah Ad, mereka adalah kaum Ad
pertama. Sementara Ad kedua munculnya belakangan, seperti yang akan dijelaskan
berikutnya pada bagian tersendiri. :) Yang shahih dalam ayat ini adalah kaum Ad
pertama, seperti yang telah dijelaskan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir.
Bagi yang menyatakan bahwa Iram adalah sebuah kota yang
berpindah-pindah di muka bumi, kadang di Syam, Yaman, Hijaz, dan kadang di
tempat lain, pernyataan ini menyimpang, tidak berdasar dan tidak memiliki bukti
nyata yang bisa dijadikan pijakan ataupun sandaran.
Hud adalah Seorang Nabi Utusan Allah
Disebutkan dalam kitab Shaḥîḥ Ibnu Hibban, dari Abu Dzar
dalam hadits yang panjang tentang para nabi dan rasul, disebutkan; “Empat di
antara mereka berasal dari bangsa Arab; Hud, Shalih, Syu'aib, dan nabimu, wahai
Abu Dzar.”
Bangsa Arab sebelum masa Isma'il disebut Arab ‘aribah, mereka
terdiri dari banyak sekali kabilah, di antaranya Ad, Ṡamud, Jurhum, Thasam,
Juamis, Umaim, Madyan, Amlaq, Ubail, Jasim, Qahthan, Bani Yaqthin, dan lainnya.
Sementara bangsa Arab musta’rabah, mereka adalah keturunan
Isma'il bin Ibrahim Al-Khalil. Isma'il bin Ibrahim adalah orang pertama yang
berbicara dengan bahasa Arab fasih. Ia mempelajari bahasa ini dari kabilah
Jurhum yang singgah di dekat ibunya di tanah Haram, seperti yang akan
disampaikan di bagiannya nanti, انشاء الله.
Namun Allah
membuat Isma'il menuturkan bahasa Arab dengan sangat lebih fasih sekali.
Seperti itu juga bahasa yang digunakan Rasulullah
.
.
Kaum Ad
generasi pertama adalah orang-orang yang pertama kali menyembah berhala setelah
banjir besar. Berhala mereka ada tiga; Sadd, Ṡamud, dan Hera.
Kisah Hud
Dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an
Allah kemudian
mengutus Hud di tengah-tengah mereka. Hud menyeru mereka menuju Allah, seperti
yang Allah sampaikan setelah mengisahkan kaum Nuh dalam surah Al-A’râf, 7 :
65-72.
Allah
juga berfirman
setelah menuturkan kisah Nuh dalam surah Hûd, 11 : 50-60 dan surah Al-Mu’minûn,
23 : 31-41.
juga berfirman
setelah menuturkan kisah Nuh dalam surah Hûd, 11 : 50-60 dan surah Al-Mu’minûn,
23 : 31-41.
·
Asy-Syu’arâ`, 26 : 123-140
·
Fuṣṣilat, 41 : 15-16
·
Al-Aḥqâf, 46 : 21-25
·
Adz-Dzâriyât, 51 : 41-42
·
An-Najm, 53 : 50-55
·
Al-Qamar, 54 : 18-22
·
Al-Ḥâqqah,
69 : 6-8
·
Al-Fajr,
89 : 6-14
Kisah kaum Ad
juga tertera dalam surah At-Taubah, Ibrahim, Al-Furqan, Al-Ankabût, Shâd, dan
Qâf.
Berdasarkan
ayat-ayat tersebut, kami akan mencoba menuangkan kisah kaum Nabi Hud secara
global di sini, dengan menyertakan hadits-hadits terkait.
Seperti telah
kami singgung sebelumnya, kaum Ad adalah umat pertama yang menyembah berhala
setelah banjir besar, seperti yang terlihat jelas dalam firman Allah
, “Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai
khalifah-khalifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kamu dalam kekuatan tubuh
dan perawakan.” (Al-A’râf, 7 : 69). Yaitu, Allah menjadikan mereka sebagai
orang-orang terkuat pada masanya dari sisi fisik dan kekuatan. Dalam surah
Al-Mu’minûn Allah
berfirman, “Kemudian
setelah mereka, Kami ciptakan umat yang lain (kaum Ad).” (Al-Mu’minûn, 23 :
31). Mereka adalah kaum Ad menurut pendapat yang shahih.
, “Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai
khalifah-khalifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kamu dalam kekuatan tubuh
dan perawakan.” (Al-A’râf, 7 : 69). Yaitu, Allah menjadikan mereka sebagai
orang-orang terkuat pada masanya dari sisi fisik dan kekuatan. Dalam surah
Al-Mu’minûn Allah
berfirman, “Kemudian
setelah mereka, Kami ciptakan umat yang lain (kaum Ad).” (Al-Mu’minûn, 23 :
31). Mereka adalah kaum Ad menurut pendapat yang shahih.
Yang lain
menyebut, mereka adalah kaum Ṡamud berdasarkan firman Allah
, “Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh suara yang
mengguntur, dan Kami jadikan mereka (seperti) sampah yang dibawa banjir. Maka
binasalah bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Mu’minûn, 23 : 41). Mereka
menyatakan, kaum yang dibinasakan dengan suara mengguntur adalah kaum Shalih. “Sedangkan
kaum Ad, mereka telah dibinasakan denga angin topan yang sangat dingin.”
(Al-Ḥâqqah, 69 : 6-8). Pernyataan
mereka ini tidaklah menghalangi jika kaum Ad juga tertimpa suara mengguntur,
selain angin topan yang sangat dingin, seperti yang akan disampaikan berikutnya
dalam kisah penduduk Madyan, penghuni kawasan berhutan. Mereka tertimpa
berbagai macam azab. Tidak ada perbedaan pendapat bahwa kaum Ad lebih dulu ada
sebelum kaum Ṡamud.
, “Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh suara yang
mengguntur, dan Kami jadikan mereka (seperti) sampah yang dibawa banjir. Maka
binasalah bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Mu’minûn, 23 : 41). Mereka
menyatakan, kaum yang dibinasakan dengan suara mengguntur adalah kaum Shalih. “Sedangkan
kaum Ad, mereka telah dibinasakan denga angin topan yang sangat dingin.”
(Al-Ḥâqqah, 69 : 6-8). Pernyataan
mereka ini tidaklah menghalangi jika kaum Ad juga tertimpa suara mengguntur,
selain angin topan yang sangat dingin, seperti yang akan disampaikan berikutnya
dalam kisah penduduk Madyan, penghuni kawasan berhutan. Mereka tertimpa
berbagai macam azab. Tidak ada perbedaan pendapat bahwa kaum Ad lebih dulu ada
sebelum kaum Ṡamud.
Intinya, kaum
Ad bersikap kasar, ingkar, semena-mena dan melampaui batas dalam menyembah
berhala. Allah kemudian mengutus seseorang di tengah-tengah mereka, dari
golongan mereka sendiri, menyeru untuk beribadah kepada Allah semata dengan
ikhlas, tapi mereka malah mendustakan, menentang, dan menghinanya. Akhirnya,
Allah menyiksa mereka dengan azab dari Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.
Saat
memerintahkan mereka untuk beribadah kepada Allah, mendorong mereka untuk taat
dan memohon ampunan pada-Nya, Hud menjanjikan kebaikan dunia dan akhirat, dan
mengancam hukuman dunia dan akhirat bagi siapa pun yang menentang. “Pemuka-pemuka
orang-orang yang kafir dari kaumnya berkata, ‘Sesungguhnya, kami memandang kamu
benar-benar kurang waras.’” Yaitu ajaran yang kau serukan kepada kami ini
benar-benar kurang waras jika dibandingkan dengan penyembahan berhala yang kami
lakukan, berhala-berhala yang bisa diharapkan untuk memberikan pertolongan dan
rezeki. Di samping itu, kami menduga kau berdusta terkait pernyataanmu bahwa
Allah mengutusmu (sebagai seorang rasul).
“Dia (Hud)
menjawab, ‘Wahai kaumku! Bukan aku kurang waras, tetapi aku ini adalah Rasul
dari Rabb seluruh alam,’” yaitu dugaan dan keyakinan kalian sama sekali
tidak benar. “Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku dan pemberi nasihat
yang terpercaya kepada kamu,” menyampaikan suatu amanat mengharuskan tidak
berdusta terkait inti yang disampaikan, tidak boleh ditambahi ataupun
dikurangi. Harus disampaikan dengan kata-kata yang jelas, singkat, dan
menyeluruh, tanpa sedikit pun menyisipkan ketidakjelasan, perbedaan, dan ketimpangan.
Meski
menyampaikan amanat Allah dalam bentuk nasihat yang begitu tulus, penuh kasih
sayang, dan amat berharap agar kaumnya mendapat petunjuk, Hud sedikit pun tidak
mengharap imbalan ataupun upah dari mereka. Hud menyampaikan dakwah dan nasihat
ikhlas semata untuk Allah
, hanya mengharap imbalan dari Rabb yang mengutusnya,
karena kebaikan dunia akhirat sepenuhnya berada di tangan-Nya, dan segala
urusan juga berada di tangan-Nya.
, hanya mengharap imbalan dari Rabb yang mengutusnya,
karena kebaikan dunia akhirat sepenuhnya berada di tangan-Nya, dan segala
urusan juga berada di tangan-Nya.
Karena itulah
Hud mengatakan, “Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas
(seruanku) ini. Imbalanku hanya dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah
kamu mengerti?” (Hûd, 11 : 51). Yaitu, bukankah kalian mempunyai akal
pikiran untuk bisa membedakan dan memahami, bahwa aku menyeru kalian menuju
kebenaran yang nyata yang diakui oleh fitrah yang mana kalian diciptakan sesuai
fitrah itu. Menuju agama kebenaran yang diutuskan Allah kepada Nuh, barang
siapa yang menentangnya maka berakhir dengan kebinasaan. Aku pun menyeru kalian
menuju agama itu tanpa meminta imbalan apa pun dari kalian, aku hanya meminta
imbalan di sisi Allah, Yang Kuasa untuk menimpakan mara bahaya dan memberi
manfaat.
Oleh karena
itu, orang yang beriman kepada Yasin berkata, “Ikutilah orang yang tiada
minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Mengapa aku tidak menyembah (Rabb) yang telah menciptakanku dan yang hanya
kepada-Nyalah kamu (semua) akan dikembalikan?” (Yâsin, 36 : 21-22).
Bersambung... إن شاء الله
mantap gan infonya jelas banget. thanks for info
ReplyDeletekunjungan balik ke http://wajahilmu.blogspot.com/
Keren blognya gan, thanks for stopping by.. :)
Deleteada banyak pelajaranya..nice :)
ReplyDeletethx infonya sob
ReplyDelete