بــــسم الله الرحمن الرحيم

"...dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan."
Software Islami Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam Berisi Kumpulan Hadits dan Terjemah.
Software Islami Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam Berisi Kumpulan Hadits dan Terjemah.
Lihat Di Sini
1 2 3 4 5

Kisah Nabi Nuh عليه سلام Bagian 3

Software islami ensiklopedi hadits kitab 9 imam berisi kumpulan hadits dan terjemah


بـســـــــــــم الله الرحمن اللرحيم

Qishash al-Anbiya – Ibnu Katsir
اسلم عليكم, ketemu lagi sama ane shab. Masih di kisah Nabi Nuh p, di bagian ini ane akan membahas tentang perdebatan panjang antara Nabi Nuh dan kaumnya hingga dibangunnya sebuah bahtera. Ayo shab, kita simak bareng-bareng.. Jangan lupa baca basmallah dulu ya, biar berkah. انشاء الله, امين.

اقرأ :

 
Kisah Nabi Nuh
Kisah Nabi Nuh


Perdebatan Panjang Antara Nabi Nuh dan Kaumnya
Waktu terus berlalu sementara perdebatan antara Nuh dengan kaumnya tidak kunjung berhenti, seperti yang Allah sampaikan, “Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Mereka pun ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Ankabût, 29 : 14). Meski Nuh menyampaikan dakwah selama itu, namun hanya segelintir orang saja yang beriman padanya.

Setiap kali satu generasi berlalu, mereka berpapasan kepada generasi berikutnya agar tidak beriman kepada Nuh, harus memerangi dan menentangnya. Ketika anak-anak sudah mulai baligh dan mengerti kata-kata orang tua, mereka sepakat untuk tidak beriman kepada Nuh sepanjang hidup.

Tabiat dan watak mereka enggan untuk beriman dan mengikuti kebenaran. Karena itu Nuh berkata, “Dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur.” (Nûḫ, 71 : 27).

Mereka berkata, ‘Wahai Nuh! Sungguh, engkau telah berbantah dengan kami, dan engkau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang engkau ancamkan, jika kamu termasuk orang yang benar?’ Dia (Nuh) menjawab, ‘Hanya Allah yang akan mendatangkan azab kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu tidak akan dapat melepaskan diri.’”, yaitu hanya Allah yang kuasa untuk melakukan itu, karena tidak ada sesuatu pun yang bisa melepaskan diri dari-Nya, dan Dialah yang berfirman kepada sesuatu, “Jadilah!” maka jadilah sesuatu itu.

Dan nasihatku tidak akan bermanfaat bagimu sekalipun aku ingin memberi nasihat kepadamu, kalau Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Rabbmu, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”, yaitu siapa pun yang dikehendaki Allah untuk Ia sesatkan, tidak ada seorang pun yang kuasa untuk memberi petunjuk padanya. Dialah yang menunjukkan siapa pun yang Ia kehendaki, dan menyesatkan siapa pun yang Ia kehendaki, berbuat apa pun seperti yang Ia kehendaki. Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, Maha Mengetahui siapa yang patut mendapat petunjuk dan siapa yang patut tersesat, Ia memiliki hikmah sempurna dan hujah yang mengalahkan.

Dan diwahyukan kepada Nuh, ‘Ketahuilah tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang benar-benar beriman (saja), karena itu janganlah engkau bersedih hati tentang apa yang mereka perbuat.’” (Hud, 11 : 36).

Firman ini merupakan hiburan bagi Nuh atas perilaku kaumnya. Tidak akan ada yang beriman di antara mereka, selain orang-orang yang telah beriman. Yaitu, jangan sampai situasi yang terjadi membuatmu sedih, karena pertolongan Allah sudah dekat waktunya, dan berita luar biasa akan segera terjadi.

Doa Nabi Nuh untuk Kaumnya
Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya, mereka itu akan ditenggelamkan.” (Hud, 11 : 37).

Setelah putus asa mengharapkan kebaikan dan keberuntungan kaumnya, melihat sama sekali tidak ada kebaikan dalam diri mereka, menyakiti, menentang, dan mendustakannya dengan segala cara, baik dengan tindakan maupun tutur kata, akhirnya Nuh memanjatkan doa  karena marah, Allah memperkenankan dan mengabulkan doanya, Allah k berfirman, “Dan sungguh, Nuh telah berdoa kepada Kami, maka sungguh, Kamilah sebaik-baik yang memperkenankan doa. Kami telah menyelamatkan dia dan pengikutnya dari bencana yang besar.” (Ash-Shaffât, 37 : 75-76). “Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu, ketika dia berdoa. Kami perkenankan (doa)nya, lalu Kami selamatkan dia bersama pengikutnya dari bencana yang besar.” (Al-Anbiyâ`, 21 : 76).

Dia (Nuh) berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh kaumku telah mendustakan aku; maka berilah keputusan antara aku dengan mereka, dan selamatkanlah aku dan mereka yang beriman bersamaku.” (Asy-Syuarâ`, 42 : 117-118). “Maka dia (Nuh) mengadu kepada Tuhannya, ‘Sesungguhnya, aku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku).’” (Al-Qamar, 54 : 10). “Dia (Nuh) berdoa, ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.’” (Al-Mu’minûn, 23 : 26). “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah. Dan Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya, jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur.’” (Nûḫ, 71 : 25-27).

Perintah untuk Membangun Sebuah Bahtera
Kesalahan-kesalahan berupa pengingkaran, kekejian, dan doa keburukan Nabi Nuh menumpuk menjadi satu pada mereka. Saat itulah, Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal besar yang belum pernah ada sebelumnya, juga tidak akan ada kapal sebesar itu setelahnya.

Sebelumnya, Allah menyampaikan kepada Nuh, ketika putusan-Nya tiba, kala siksa-Nya yang tidak bisa tertolak oleh kaum yang berbuat dosa datang menimpa, Nuh tidak bisa lagi meralat dan menarik doa yang ia panjatkan kepada Allah, karena mungkin saja Nuh merasa iba kala melihat siksa datang menimpa kaumnya, karena mendengar tentu tidak sama dengan menyaksikan secara langsung. Untuk itu Allah k berfirman, “Dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya, mereka itu akan ditenggelamkan.

Dan mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya,” mencemooh Nuh dan menganggap ancaman yang ia sampaikan pada mereka mustahil terjadi. “Dia (Nuh) berkata, ‘Jika kamu mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami).’” Yaitu kamilah yang akan mengejek kalian dan merasa heran pada kalian, karena terus saja kalian mengingkari dan menentang dengan semena-mena, yang akan membuat kalian tertimpa siksa. “Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal.

Ingkar, keras, dan membangkang adalah watak yang melekat pada diri mereka di dunia. Bahkan di akhirat pun mereka tetap mengingkari kalau mereka pernah didatangi seorang rasul.

Sebagaimana disampaikan Imam Bukhari, “Musa bin Isma’il bercerita kepada kami, Abdul Wahid bin Zanad bercerita kepada kami, A’masy bercerita kepada kami, dari Abu Shalih, dari Abu Sa’id, ia mengatakan, Rasulullah n bersabda, ‘Nuh dan umatnya datang (pada hari kiamat), lalu Allah k bertanya, ‘Apakah kau sudah menyampaikan (risalah)?’ ‘Sudah, ya Rabb.’ Jawabnya. Allah kemudian bertanya kepada umatnya, ‘Apakah ia (Nuh) sudah menyampaikan (risalah)?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, tak seorang nabi pun datang kepada kami.’ Allah bertanya kepada Nuh, ‘Siapa yang akan bersaksi untukmu?’ ‘Muhammad dan umatnya.’ Jawab Nuh. Muhammad dan umatnya kemudian bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan (risalah).[10] Itulah maksud firman-Nya, ‘Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.’” (Al-Baqarah, 2 : 143).

Wasath artinya adil. Umat ini bersaksi berdasarkan kesaksian nabi mereka yang jujur lagi terpercaya bahwa Allah telah mengutus Nuh dengan membawa kebenaran, Allah menurunkan kebenaran kepadanya dan memerintahkan untuk disampaikan, ia telah menyampaikan kebenaran itu kepada umatnya dengan baik dan sempurna, apa pun yang membawa guna bagi umatnya di dunia, sudah ia sampaikan dan perintahkan, apa pun yang berbahaya bagi mereka, juga sudah ia larang dan peringatkan.

Seperti itulah kondisi para rasul, bahkan Nuh juga mengingatkan umatnya akan bahaya finah Al-Masih Ad-Dajjal meski Dajjal dipastikan tidak akan muncul pada zaman mereka, tapi tetap Nuh sampaikan sebagai peringatan, wujud kasih sayang dan rahmat untuk mereka.

Seperti yang disampaikan Imam Bukhari; Abdan bercerita kepada kami, Abdullah bercerita kepada kami, dari Yunus, dari Zuhri, Salim berkata, “Ibnu Umar berkata, ‘Rasulullah n suatu ketika berdiri menyampaikan khotbah, beliau memanjatkan pujian sepatutnya untuk Allah, setelah itu beliau menyebut tentang Dajjal, beliau menyampaikan, ‘Sungguh, aku mengingatkan kalian (pada bahaya firnah)nya. Setiap nabi selalu mengingatkan kaumnya (akan bahaya fitnah) Dajjal. Nuh telah mengingtkan kaumnya (akan bahaya fitnah) Dajjal. Namun akan aku sampaikan sesuatu pada kalian yang belum pernah disampaikan seorang nabi pun pada kaumnya, ‘Kalian tahu bahwa dia (Dajjal) buta sebelah mata, sedangkan Allah tidak buta sebelah mata.’”[11]

Hadits ini juga tertera dalam kitab Shahîhain dari hadits Syaiban bin Abdurrahman, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi n, beliau bersabda, “Maukah aku sampaikan suatu hal pada kalian tentang Dajjal yang belum pernah disampaikan seorang nabi pun kepada kaumnya?” Dia (Dajjal) buta sebelah mata. Ia datang dengan membawa sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dia katakan surga adalah neraka. Sungguh, aku mengingatkan kalian seperti yang diingatkan Nuh kepada kaumnya.” Matan hadits ini milik Imam Bukhari.[12]

Sebagian ulama salaf menyatakan, “Saat Allah mengabulkan doa Nuh, Allah memerintahkannya untuk menanam pepohonan sebagai bahan dasar pembuatan kapal. Nuh kemudian menanam pepohonan dan menantikan selama seratus tahun, setelah itu ia potong-potong dan ia jadikan kapal selama seratus tahun berikutnya. Sumber lain menyebut 40 tahun. Wallâhu a’lam.”

Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Tsauri, “Kapal Nuh terbuat dari kayu jati. Sumber lain menyebut kayu cemara, dan inilah yang tertulis dalam kitab Taurat.”

Tsauri mengatakan, “Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal sepanjang 80 hasta, bagian luar dan dalamnya dicat dengan ter, dan memasang haluan berbentuk cekung yang membelah air.”

Qatadah mengatakan, “Panjang kapal Nuh 300 hasta dengan lebar 50 hasta.” Data ini setahu saya tertera dalam kitab Taurat. Hasan Al-Bashri mengatakan, “Panjangnya 600 hasta dengan lebar 300 hasta.” Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Panjangnya 1200 hasta dengan lebar 600 hasta.” Pendapat lain menyebutkan panjangnya 2000 hasta dengan lebar 100 hasta.

Mereka semua menyatakan, tinggi kapal mencapai 30 hasta, terdiri dari tiga tingkat, setiap tingkatnya setinggi sepuluh hasta. Tingkat bawah untuk hewan dan binatang buas, bagian tengah untuk manusia, dan bagian atas untuk burung. Pintu-pintu terpasang sepanjang kapal. Pintu-pintu memiliki penutup dari bagian atas yang bisa menutupi celah pintu dengan rapat.

Allah k berfirman. “Dia (Nuh) berdoa, ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.’ Lalu Kami wahyukan kepadanya, ‘Buatlah kapal di bawah pengawasan dan petunjuk Kami.’” (Al-Mu’minûn, 23 : 26-27). Yaitu berdasarkan perintah dan pengawasan Kami untuk membuat kapal tersebut, Kami akan terus mengawasi untuk mengarahkan cara yang benar dalam membuatnya.

Maka apabila perintah Kami datang dan tanur telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam (kapal) itu berpasangan dari setiap jenis, juga keluargamu, kecuali orang yang lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa siksaan) di antara mereka. Dan janganlah engkau bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zalim, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Al-Mu’minûn, 23 : 27).

Allah memerintahkan Nuh saat putusan dan siksa-Nya menimpa, untuk memuat semua hewan berpasangan (jantan dan betina), apa pun makanan yang bernyawa sebagai penopang kehidupan agar semua hewan bisa berketurunan, mengangkut keluarganya selain mereka yang telah ditetapkan terkena siksa, yaitu keluarganya yang kafir, karena doa Nuh yang tak tertolak juga menimpanya. Allah juga memerintahkan Nuh untuk tidak berbicara kepada Allah terkait kaumnya kala ia menyaksikan langsung siksa besar yang menimpa mereka, sebuah ketentuan yang telah dipastikan Allah untuk mereka, dan Allah Maha melakukan apa pun yang Ia kehendaki, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya.

Tannûr menurut jumhur maksudnya permukaan bumi, yaitu ketika seluruh penjuru bumi memancarkan air, hingga tungku-tungku yang biasa menjadi tempat api juga memancarkan air. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Tannûr adalah sebuah mata air di India. Diriwayatkan dari Sya’bi, sebuah mata air di Kufah.[13] Diriwayatkan dari Qatadah, sebuah mata air di Jazirah.

Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Tannûr  maksudnya subuh merekah dan fajar mengeluarkan sinar, yaitu semburat dan bercahaya. Intinya, saat itu masukkan apa saja berpasangan ke dalam kapal.” Pendapat ini aneh.

Firman-Nya, “Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur telah memancarkan air, Kami berfirman, ‘Muatkanlah ke dalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu dan (muatkan pula) orang yang beriman.’ Ternyata orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.’” Ini perintah dari Allah, saat siksaan itu datang, Nuh harus mengangkut masing-masing (hewan) berpasangan (betina dan jantan).

Disebutkan dalam kitab Ahli Kitab, Nuh diperintahkan untuk mengangkut hewan-hewan yang boleh dimakan sebanyak tujuh pasangan, dan hewan yang tidak boleh dimakan sebanyak dua pasangan.

Penjelasan ini bertentangan dengan konteks firma Allah k dalam kitab kita yang benar, “Muatkanlah ke dalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina),” kata اثنين kita jadikan maf’ul bih (obyek). Sementara jika kita jadikan taukid (peneguh) untuk kata روجين dan maf’ul bih-nya tidak disebutkan, ini tidak berseberangan dengan firman Allah k di atas. Wallâhu a’lam.

Sebagian menyebutkan—berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas, burung pertama yang masuk ke kapal adalah burung parkit, dan hewan terakhir yang masuk ke kapal adalah keledai. Iblis masuk dengan bergantungan pada ekor keledai.



Ibnu Abi Hatim mengatakan, “Ayahku bercerita kepada kami, Abdullah bin Shalih bercerita kepada kami, Laits bercerita kepadaku, Hisyam bin Sa’ad bererita kepadaku, dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, Rasulullah n bersabda, “Saay Nuh mengangkat setiap hewan berpasangan, para pengikut Nuh berkata, ‘Bagaimana kita bisa merasa tenang? Atau bagaimana hewan-hewan ternak bisa merasa tenang jika ada singa ikut serta bersama kita?’ Allah kemudian membuat singa terserang demam, dan itulah penyakit demam pertama yang turun di bumi. Setelah itu mereka mengeluhkan tikus, mereka berkata, ‘Tikus-tikus merusak makanan dan barang-barang kami.’ Allah kemudian member ilham kepada singan untuk bersin. Singa bersin lalu seekor kucing keluar dari dirinya, hingga tikus-tikus bersembunyi dari hadapannya.’” Hadits ini Mursal.[14]

Firman-Nya, “Dan (juga) keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu,” yaitu siapa pun orang kafir yang terkena doa Nabi Nuh, termasuk putranya, Yam, yang tenggelam, seperti yang akan dijelaskan berikutnya.

Dan (muatkan pula) orang yang beriman,” yaitu angkutlah orang-orang yang beriman di antara umatmu (ke dalam kapal). Allah k berfirman, “Ternyata orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.” Meski Nuh lama berada di tengah-tengah mereka, menyeru mereka tanpa kenal waktu, siang dan malam, menyampaikan berbagai jenis ungkapan, menggunakan beragam cara-cara lembut, peringatan dan sesekali dengan nada ancaman, anjuran dan sesekali disertai peringatan keras. Semua itu tidak membuahkan hasil.

Ulama berbeda pendapat terkait berapa jumlah orang yang ikut naik dalam kapal Nuh.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, mereka berjumlah 80 orang bersama para istrinya. Diriwayatkan dari Ka’ab Al-Ahbar, mereka berjumlah 92 orang. Pendapat lain menyebut sepuluh orang. Sumber lain menyebut hanya Nuh bersama tiga anaknya, dan Kan’an bersama Yam. Namun Kan’an memisahkan diri dan menyusup meninggalkan kapal dan tidak kembali lagi.

Pendapat ini bertentangan dengan teks ayat. Teks ayat secara jelas menyebut ada sejumlah orang beriman yang ikut naik ke dalam kapal selain keluarga Nuh, seperti yang Allah sampaikan, “Dan selamatkanlah aku dan mereka yang beriman bersamaku.” (Asy-Syu’arâ, 26 : 118).

Menurut salah satu pendapat, mereka berjumlah tujuh orang.

Istri Nuh adalah ibu dari semua anak-anaknya. Mereka adalah Ham, Sam, Yafits, Yam yang oleh Ahli Kitab disebut Kan’an, dialah anak Nuh yang tenggelam, dan Abir yang meninggal dunia sebelum banjir besar terjadi. Menurut pendapat lain, Abir tenggelam bersama yang lain. Ia termasuk salah satu di antara keluarga Nuh yang ditetapkan binasa karena ingkar.

Menurut Ahli Kitab, Abir ikut naik ke kapal. Kemungkinan ia kafir setelah itu, atau siksanya ditangguhkan hingga hari kiamat. Yang benar adalah ia tenggelam bersama orang-orang kafir berdasarkan kata-kata Nuh, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (Nûh, 71 : 26).

Allah k berfirman, “Dan apabila engkau dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas kapal, maka ucapkanlah, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.’ Dan berdoalah, ‘Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat.’” (Al-Mu’minûn, 23 : 28-29).

Allah memerintahkan Nuh untuk memuji Rabb-nya karena telah menundukkan kapal besar untuknya, dengan kapal itu Allah menyelamatkan Nuh, memutuskan perkara antara dia dengan kaumnya, membuatnya senang terhadap siapa pun yang menentang dan mendustakannya. Allah berfirman di dalam ayat yang lain, “Dan yang menciptakan semua berpasang-pasangan dan menjadikan kapal untukmu dan hewan ternak yang kamu tunggangi. Agar kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Rabbmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan agar kamu mengucapkan, ‘Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami.;” (Az-Zukhruf, 43 : 12-14).












[10] HR. Bukhari dalam kitab tafsir, tafsir surah Al-Baqarah.
[11] Kitab Shaḫîḫ, Kitab: Fitnah-fitnah, Bab: Riwayat tentang Dajjal.
[12] HR. Muslim dalam kitab Shahîh-nya, Kitab: Fitnah-fitnah, Bab: Riwayat tentang Dajjal.
[13] Kufah adalah sebuah kota di Irak, dibangun pada era Uman bin Khaththab. (Mu’jamul Buldân, IV/490).
[14] Mursal adalah hadits yang gugur rawi pertama atau akhir sanadnya.

0 Response to "Kisah Nabi Nuh عليه سلام Bagian 3"

Post a Comment

Harap "Comment as Name/URL" Sertakan url Anda dalam nama untuk kunjungan balik. No active link.