بـســـــــــــم الله الرحمن اللرحيم
Qishash
al-Anbiya – Ibnu Katsir
اسلم عليكم,
ketemu lagi sama ane shab. Masih di kisah Nabi Nuh
, di bagian ini ane
akan membahas tentang perdebatan panjang antara Nabi Nuh dan kaumnya hingga
dibangunnya sebuah bahtera. Ayo shab, kita simak bareng-bareng.. Jangan lupa
baca basmallah dulu ya, biar berkah. انشاء الله,
امين.
اقرأ :
Perdebatan
Panjang Antara Nabi Nuh dan Kaumnya
Waktu
terus berlalu sementara perdebatan antara Nuh dengan kaumnya tidak kunjung
berhenti, seperti yang Allah sampaikan, “Maka ia tinggal di antara mereka
seribu tahun kurang lima puluh tahun. Mereka pun ditimpa banjir besar, dan
mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Ankabût, 29 : 14). Meski Nuh
menyampaikan dakwah selama itu, namun hanya segelintir orang saja yang beriman
padanya.
Setiap
kali satu generasi berlalu, mereka berpapasan kepada generasi berikutnya agar
tidak beriman kepada Nuh, harus memerangi dan menentangnya. Ketika anak-anak
sudah mulai baligh dan mengerti kata-kata orang tua, mereka sepakat untuk tidak
beriman kepada Nuh sepanjang hidup.
Tabiat
dan watak mereka enggan untuk beriman dan mengikuti kebenaran. Karena itu Nuh
berkata, “Dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak
tahu bersyukur.” (Nûḫ, 71 : 27).
“Mereka
berkata, ‘Wahai Nuh! Sungguh, engkau telah berbantah dengan kami, dan engkau
telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami
azab yang engkau ancamkan, jika kamu termasuk orang yang benar?’ Dia (Nuh)
menjawab, ‘Hanya Allah yang akan mendatangkan azab kepadamu jika Dia
menghendaki, dan kamu tidak akan dapat melepaskan diri.’”, yaitu hanya
Allah yang kuasa untuk melakukan itu, karena tidak ada sesuatu pun yang bisa
melepaskan diri dari-Nya, dan Dialah yang berfirman kepada sesuatu, “Jadilah!”
maka jadilah sesuatu itu.
“Dan
nasihatku tidak akan bermanfaat bagimu sekalipun aku ingin memberi nasihat
kepadamu, kalau Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Rabbmu, dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”, yaitu siapa pun yang dikehendaki Allah
untuk Ia sesatkan, tidak ada seorang pun yang kuasa untuk memberi petunjuk
padanya. Dialah yang menunjukkan siapa pun yang Ia kehendaki, dan menyesatkan siapa
pun yang Ia kehendaki, berbuat apa pun seperti yang Ia kehendaki. Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana, Maha Mengetahui siapa yang patut mendapat petunjuk dan
siapa yang patut tersesat, Ia memiliki hikmah sempurna dan hujah yang
mengalahkan.
“Dan
diwahyukan kepada Nuh, ‘Ketahuilah tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali
orang yang benar-benar beriman (saja), karena itu janganlah engkau bersedih
hati tentang apa yang mereka perbuat.’” (Hud, 11 : 36).
Firman
ini merupakan hiburan bagi Nuh atas perilaku kaumnya. Tidak akan ada yang
beriman di antara mereka, selain orang-orang yang telah beriman. Yaitu, jangan
sampai situasi yang terjadi membuatmu sedih, karena pertolongan Allah sudah
dekat waktunya, dan berita luar biasa akan segera terjadi.
Doa
Nabi Nuh untuk Kaumnya
“Dan
buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah
engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya,
mereka itu akan ditenggelamkan.” (Hud, 11 : 37).
Setelah
putus asa mengharapkan kebaikan dan keberuntungan kaumnya, melihat sama sekali
tidak ada kebaikan dalam diri mereka, menyakiti, menentang, dan mendustakannya
dengan segala cara, baik dengan tindakan maupun tutur kata, akhirnya Nuh
memanjatkan doa karena marah, Allah
memperkenankan dan mengabulkan doanya, Allah
berfirman, “Dan sungguh, Nuh telah berdoa
kepada Kami, maka sungguh, Kamilah sebaik-baik yang memperkenankan doa. Kami
telah menyelamatkan dia dan pengikutnya dari bencana yang besar.”
(Ash-Shaffât, 37 : 75-76). “Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu, ketika
dia berdoa. Kami perkenankan (doa)nya, lalu Kami selamatkan dia bersama
pengikutnya dari bencana yang besar.” (Al-Anbiyâ`, 21 : 76).
“Dia
(Nuh) berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh kaumku telah mendustakan aku; maka berilah
keputusan antara aku dengan mereka, dan selamatkanlah aku dan mereka yang
beriman bersamaku.” (Asy-Syuarâ`, 42 : 117-118). “Maka dia (Nuh) mengadu
kepada Tuhannya, ‘Sesungguhnya, aku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku).’”
(Al-Qamar, 54 : 10). “Dia (Nuh) berdoa, ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku karena
mereka mendustakan aku.’” (Al-Mu’minûn, 23 : 26). “Disebabkan
kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka,
maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah. Dan Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku,
janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di
atas bumi. Sesungguhnya, jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka
akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak
yang jahat dan tidak tahu bersyukur.’” (Nûḫ, 71 : 25-27).
Perintah
untuk Membangun Sebuah Bahtera
Kesalahan-kesalahan
berupa pengingkaran, kekejian, dan doa keburukan Nabi Nuh menumpuk menjadi satu
pada mereka. Saat itulah, Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal besar yang
belum pernah ada sebelumnya, juga tidak akan ada kapal sebesar itu setelahnya.
Sebelumnya,
Allah menyampaikan kepada Nuh, ketika putusan-Nya tiba, kala siksa-Nya yang
tidak bisa tertolak oleh kaum yang berbuat dosa datang menimpa, Nuh tidak bisa
lagi meralat dan menarik doa yang ia panjatkan kepada Allah, karena mungkin
saja Nuh merasa iba kala melihat siksa datang menimpa kaumnya, karena mendengar
tentu tidak sama dengan menyaksikan secara langsung. Untuk itu Allah
berfirman, “Dan janganlah engkau bicarakan
dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya, mereka itu akan
ditenggelamkan.”
“Dan
mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan
melewatinya, mereka mengejeknya,” mencemooh Nuh dan menganggap ancaman yang
ia sampaikan pada mereka mustahil terjadi. “Dia (Nuh) berkata, ‘Jika kamu
mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek
(kami).’” Yaitu kamilah yang akan mengejek kalian dan merasa heran pada
kalian, karena terus saja kalian mengingkari dan menentang dengan semena-mena,
yang akan membuat kalian tertimpa siksa. “Maka kelak kamu akan mengetahui
siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa
azab yang kekal.”
Ingkar,
keras, dan membangkang adalah watak yang melekat pada diri mereka di dunia.
Bahkan di akhirat pun mereka tetap mengingkari kalau mereka pernah didatangi
seorang rasul.
Sebagaimana
disampaikan Imam Bukhari, “Musa bin Isma’il bercerita kepada kami, Abdul Wahid
bin Zanad bercerita kepada kami, A’masy bercerita kepada kami, dari Abu Shalih,
dari Abu Sa’id, ia mengatakan, Rasulullah
bersabda, ‘Nuh dan umatnya datang (pada hari
kiamat), lalu Allah
bertanya, ‘Apakah kau sudah menyampaikan
(risalah)?’ ‘Sudah, ya Rabb.’ Jawabnya. Allah kemudian bertanya kepada umatnya,
‘Apakah ia (Nuh) sudah menyampaikan (risalah)?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, tak
seorang nabi pun datang kepada kami.’ Allah bertanya kepada Nuh, ‘Siapa yang
akan bersaksi untukmu?’ ‘Muhammad dan umatnya.’ Jawab Nuh. Muhammad dan umatnya
kemudian bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan (risalah).[10]
Itulah maksud firman-Nya, ‘Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu.’” (Al-Baqarah, 2 : 143).
Wasath
artinya adil. Umat ini bersaksi berdasarkan kesaksian nabi mereka yang jujur
lagi terpercaya bahwa Allah telah mengutus Nuh dengan membawa kebenaran, Allah
menurunkan kebenaran kepadanya dan memerintahkan untuk disampaikan, ia telah
menyampaikan kebenaran itu kepada umatnya dengan baik dan sempurna, apa pun
yang membawa guna bagi umatnya di dunia, sudah ia sampaikan dan perintahkan,
apa pun yang berbahaya bagi mereka, juga sudah ia larang dan peringatkan.
Seperti
itulah kondisi para rasul, bahkan Nuh juga mengingatkan umatnya akan bahaya
finah Al-Masih Ad-Dajjal meski Dajjal dipastikan tidak akan muncul pada zaman
mereka, tapi tetap Nuh sampaikan sebagai peringatan, wujud kasih sayang dan
rahmat untuk mereka.
Seperti
yang disampaikan Imam Bukhari; Abdan bercerita kepada kami, Abdullah bercerita
kepada kami, dari Yunus, dari Zuhri, Salim berkata, “Ibnu Umar berkata,
‘Rasulullah
suatu ketika berdiri menyampaikan khotbah,
beliau memanjatkan pujian sepatutnya untuk Allah, setelah itu beliau menyebut
tentang Dajjal, beliau menyampaikan, ‘Sungguh, aku mengingatkan kalian (pada
bahaya firnah)nya. Setiap nabi selalu mengingatkan kaumnya (akan bahaya fitnah)
Dajjal. Nuh telah mengingtkan kaumnya (akan bahaya fitnah) Dajjal. Namun akan
aku sampaikan sesuatu pada kalian yang belum pernah disampaikan seorang nabi
pun pada kaumnya, ‘Kalian tahu bahwa dia (Dajjal) buta sebelah mata, sedangkan
Allah tidak buta sebelah mata.’”[11]
Hadits
ini juga tertera dalam kitab Shahîhain dari hadits Syaiban bin
Abdurrahman, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari
Abu Hurairah, dari Nabi
, beliau bersabda, “Maukah aku
sampaikan suatu hal pada kalian tentang Dajjal yang belum pernah disampaikan seorang
nabi pun kepada kaumnya?” Dia (Dajjal) buta sebelah mata. Ia datang dengan
membawa sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dia katakan surga adalah neraka.
Sungguh, aku mengingatkan kalian seperti yang diingatkan Nuh kepada kaumnya.”
Matan hadits ini milik Imam Bukhari.[12]
Sebagian
ulama salaf menyatakan, “Saat Allah mengabulkan doa Nuh, Allah memerintahkannya
untuk menanam pepohonan sebagai bahan dasar pembuatan kapal. Nuh kemudian
menanam pepohonan dan menantikan selama seratus tahun, setelah itu ia
potong-potong dan ia jadikan kapal selama seratus tahun berikutnya. Sumber lain
menyebut 40 tahun. Wallâhu a’lam.”
Muhammad
bin Ishaq meriwayatkan dari Tsauri, “Kapal Nuh terbuat dari kayu jati. Sumber
lain menyebut kayu cemara, dan inilah yang tertulis dalam kitab Taurat.”
Tsauri
mengatakan, “Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal sepanjang 80 hasta,
bagian luar dan dalamnya dicat dengan ter, dan memasang haluan berbentuk cekung
yang membelah air.”
Qatadah
mengatakan, “Panjang kapal Nuh 300 hasta dengan lebar 50 hasta.” Data ini
setahu saya tertera dalam kitab Taurat. Hasan Al-Bashri mengatakan, “Panjangnya
600 hasta dengan lebar 300 hasta.” Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Panjangnya
1200 hasta dengan lebar 600 hasta.” Pendapat lain menyebutkan panjangnya 2000
hasta dengan lebar 100 hasta.
Mereka
semua menyatakan, tinggi kapal mencapai 30 hasta, terdiri dari tiga tingkat,
setiap tingkatnya setinggi sepuluh hasta. Tingkat bawah untuk hewan dan
binatang buas, bagian tengah untuk manusia, dan bagian atas untuk burung.
Pintu-pintu terpasang sepanjang kapal. Pintu-pintu memiliki penutup dari bagian
atas yang bisa menutupi celah pintu dengan rapat.
Allah
berfirman. “Dia (Nuh) berdoa, ‘Ya Tuhanku,
tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.’ Lalu Kami wahyukan kepadanya,
‘Buatlah kapal di bawah pengawasan dan petunjuk Kami.’” (Al-Mu’minûn, 23 :
26-27). Yaitu berdasarkan perintah dan pengawasan Kami untuk membuat kapal
tersebut, Kami akan terus mengawasi untuk mengarahkan cara yang benar dalam
membuatnya.
“Maka
apabila perintah Kami datang dan tanur telah memancarkan air, maka masukkanlah
ke dalam (kapal) itu berpasangan dari setiap jenis, juga keluargamu, kecuali
orang yang lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa siksaan) di antara mereka. Dan
janganlah engkau bicarakan dengan-Ku tentang orang-orang yang zalim,
sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Al-Mu’minûn, 23 : 27).
Allah
memerintahkan Nuh saat putusan dan siksa-Nya menimpa, untuk memuat semua hewan
berpasangan (jantan dan betina), apa pun makanan yang bernyawa sebagai penopang
kehidupan agar semua hewan bisa berketurunan, mengangkut keluarganya selain
mereka yang telah ditetapkan terkena siksa, yaitu keluarganya yang kafir,
karena doa Nuh yang tak tertolak juga menimpanya. Allah juga memerintahkan Nuh
untuk tidak berbicara kepada Allah terkait kaumnya kala ia menyaksikan langsung
siksa besar yang menimpa mereka, sebuah ketentuan yang telah dipastikan Allah
untuk mereka, dan Allah Maha melakukan apa pun yang Ia kehendaki, seperti yang
telah kami jelaskan sebelumnya.
Tannûr
menurut jumhur maksudnya permukaan bumi, yaitu ketika seluruh penjuru bumi
memancarkan air, hingga tungku-tungku yang biasa menjadi tempat api juga
memancarkan air. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Tannûr adalah sebuah mata
air di India. Diriwayatkan dari Sya’bi, sebuah mata air di Kufah.[13]
Diriwayatkan dari Qatadah, sebuah mata air di Jazirah.
Ali
bin Abi Thalib menyatakan, “Tannûr
maksudnya subuh merekah dan fajar mengeluarkan sinar, yaitu semburat dan
bercahaya. Intinya, saat itu masukkan apa saja berpasangan ke dalam kapal.”
Pendapat ini aneh.
Firman-Nya,
“Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur telah memancarkan air, Kami
berfirman, ‘Muatkanlah ke dalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan)
sepasang (jantan dan betina), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah
terkena ketetapan terdahulu dan (muatkan pula) orang yang beriman.’ Ternyata
orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.’” Ini perintah
dari Allah, saat siksaan itu datang, Nuh harus mengangkut masing-masing (hewan)
berpasangan (betina dan jantan).
Disebutkan
dalam kitab Ahli Kitab, Nuh diperintahkan untuk mengangkut hewan-hewan yang
boleh dimakan sebanyak tujuh pasangan, dan hewan yang tidak boleh dimakan
sebanyak dua pasangan.
Penjelasan
ini bertentangan dengan konteks firma Allah
dalam kitab kita yang benar, “Muatkanlah ke
dalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina),”
kata اثنين kita jadikan maf’ul
bih (obyek). Sementara jika kita jadikan taukid (peneguh) untuk kata
روجين dan maf’ul
bih-nya tidak disebutkan, ini tidak berseberangan dengan firman Allah
di atas. Wallâhu a’lam.
Sebagian
menyebutkan—berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas, burung pertama yang masuk ke
kapal adalah burung parkit, dan hewan terakhir yang masuk ke kapal adalah
keledai. Iblis masuk dengan bergantungan pada ekor keledai.
Ibnu
Abi Hatim mengatakan, “Ayahku bercerita kepada kami, Abdullah bin Shalih
bercerita kepada kami, Laits bercerita kepadaku, Hisyam bin Sa’ad bererita
kepadaku, dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, Rasulullah
bersabda, “Saay Nuh mengangkat setiap hewan
berpasangan, para pengikut Nuh berkata, ‘Bagaimana kita bisa merasa tenang?
Atau bagaimana hewan-hewan ternak bisa merasa tenang jika ada singa ikut serta
bersama kita?’ Allah kemudian membuat singa terserang demam, dan itulah
penyakit demam pertama yang turun di bumi. Setelah itu mereka mengeluhkan
tikus, mereka berkata, ‘Tikus-tikus merusak makanan dan barang-barang kami.’
Allah kemudian member ilham kepada singan untuk bersin. Singa bersin lalu
seekor kucing keluar dari dirinya, hingga tikus-tikus bersembunyi dari
hadapannya.’” Hadits ini Mursal.[14]
Firman-Nya,
“Dan (juga) keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu,”
yaitu siapa pun orang kafir yang terkena doa Nabi Nuh, termasuk putranya, Yam,
yang tenggelam, seperti yang akan dijelaskan berikutnya.
“Dan
(muatkan pula) orang yang beriman,” yaitu angkutlah orang-orang yang
beriman di antara umatmu (ke dalam kapal). Allah
berfirman, “Ternyata orang-orang beriman
yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.” Meski Nuh lama berada di
tengah-tengah mereka, menyeru mereka tanpa kenal waktu, siang dan malam,
menyampaikan berbagai jenis ungkapan, menggunakan beragam cara-cara lembut,
peringatan dan sesekali dengan nada ancaman, anjuran dan sesekali disertai
peringatan keras. Semua itu tidak membuahkan hasil.
Ulama
berbeda pendapat terkait berapa jumlah orang yang ikut naik dalam kapal Nuh.
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, mereka berjumlah 80 orang bersama para istrinya. Diriwayatkan dari
Ka’ab Al-Ahbar, mereka berjumlah 92 orang. Pendapat lain menyebut sepuluh
orang. Sumber lain menyebut hanya Nuh bersama tiga anaknya, dan Kan’an bersama
Yam. Namun Kan’an memisahkan diri dan menyusup meninggalkan kapal dan tidak
kembali lagi.
Pendapat
ini bertentangan dengan teks ayat. Teks ayat secara jelas menyebut ada sejumlah
orang beriman yang ikut naik ke dalam kapal selain keluarga Nuh, seperti yang
Allah sampaikan, “Dan selamatkanlah aku dan mereka yang beriman bersamaku.”
(Asy-Syu’arâ, 26 : 118).
Menurut
salah satu pendapat, mereka berjumlah tujuh orang.
Istri
Nuh adalah ibu dari semua anak-anaknya. Mereka adalah Ham, Sam, Yafits, Yam
yang oleh Ahli Kitab disebut Kan’an, dialah anak Nuh yang tenggelam, dan Abir yang
meninggal dunia sebelum banjir besar terjadi. Menurut pendapat lain, Abir
tenggelam bersama yang lain. Ia termasuk salah satu di antara keluarga Nuh yang
ditetapkan binasa karena ingkar.
Menurut
Ahli Kitab, Abir ikut naik ke kapal. Kemungkinan ia kafir setelah itu, atau
siksanya ditangguhkan hingga hari kiamat. Yang benar adalah ia tenggelam
bersama orang-orang kafir berdasarkan kata-kata Nuh, “Ya Tuhanku, janganlah
Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas
bumi.” (Nûh, 71 : 26).
Allah
berfirman, “Dan apabila engkau dan
orang-orang yang bersamamu telah berada di atas kapal, maka ucapkanlah, ‘Segala
puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim.’ Dan
berdoalah, ‘Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi, dan Engkau
adalah sebaik-baik pemberi tempat.’” (Al-Mu’minûn, 23 : 28-29).
Allah
memerintahkan Nuh untuk memuji Rabb-nya karena telah menundukkan kapal besar
untuknya, dengan kapal itu Allah menyelamatkan Nuh, memutuskan perkara antara
dia dengan kaumnya, membuatnya senang terhadap siapa pun yang menentang dan
mendustakannya. Allah berfirman di dalam ayat yang lain, “Dan yang
menciptakan semua berpasang-pasangan dan menjadikan kapal untukmu dan hewan
ternak yang kamu tunggangi. Agar kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu
ingat nikmat Rabbmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan agar kamu
mengucapkan, ‘Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami
padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan
kembali kepada Rabb kami.;” (Az-Zukhruf, 43 : 12-14).
[10] HR.
Bukhari dalam kitab tafsir, tafsir surah Al-Baqarah.
[11] Kitab Shaḫîḫ,
Kitab: Fitnah-fitnah, Bab: Riwayat tentang Dajjal.
[12] HR.
Muslim dalam kitab Shahîh-nya, Kitab: Fitnah-fitnah, Bab: Riwayat
tentang Dajjal.
[13] Kufah
adalah sebuah kota di Irak, dibangun pada era Uman bin Khaththab. (Mu’jamul
Buldân, IV/490).
[14] Mursal adalah
hadits yang gugur rawi pertama atau akhir sanadnya.

0 Response to "Kisah Nabi Nuh عليه سلام Bagian 3"
Post a Comment
Harap "Comment as Name/URL" Sertakan url Anda dalam nama untuk kunjungan balik. No active link.