بـســـــــــــم الله الرحمن اللرحيم
Qishash
al-Anbiya – Ibnu Katsir
اسلم عليكم, puji dan
syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah
yang telah memberikan kesehatan kepada kita
dan memberikan kesabaran terhadap setiap ujian yang diberikan-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang shaleh. Semoga kita selalu berada dalam rahmat-Nya. امين
yang telah memberikan kesehatan kepada kita
dan memberikan kesabaran terhadap setiap ujian yang diberikan-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang shaleh. Semoga kita selalu berada dalam rahmat-Nya. امين
Shalawat
teriring salam semoga terlimpah kepada nabi dan rasul yang diutus untuk menebar
rahmat bagi seluruh alam, Nabi Muhammad
.
.
اقرأ :
(Apabila simbol untuk gelar Rasul dan Allah tidak muncul di layar Anda, silahkan download font berikut agar simbol dapat muncul sebagaimana mestinya.) Download Font Di Sini
![]() |
| Ilustrasi Kota Iram (Ibukota Kaum Ad) |
Setelah Nabi Hud menyampaikan seruannya, kaum Ad berkata, “Wahai
Hud! Engkau tidak mendatangkan suatu bukti yang nyata kepada kami, dan kami
tidak akan meninggalkan sesembahan kami karena perkataanmu dan kami tidak akan
mempercayainya, kami hanya mengatakan bahwa sebagian sesembahan kami telah
menimpakan penyakit gila atas dirimu.” (Hûd, 11 : 52-53).
Mereka mengatakan, “Kau tidak mendatangkan suatu mukjizat sebagai
bukti kebenaran ajaran yang kau sampaikan. Kami tidak akan meninggalkan
penyembahan terhadap berhala-berhala kami karena kata-katamu yang tidak
diperkuat dalil ataupun bukti nyata itu. Kami kira, kau tidak lain adalah orang
gila atas kata-kata yang kau sampaikan. Dan menurut kami, yang menimpakan itu
disebabkan tuhan kami marah padamu, hingga akalmu rusak dan kau terkena
penyakit gila.” Inilah yang dimaksud dengan kata-kata mereka, “Kami hanya
mengatakan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas
dirimu.” (Hûd, 11 : 53).
“Dia (Hud) menjawab, ‘Sesungguhnya, aku bersaksi kepada Allah
dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dengan
yang lain, sebab itu jalankanlah semua tipu dayamu terhadapku dan jangan kamu
tunda lagi.’” (Hûd, 11 : 54-55).
Inilah tantangan Hud untuk kaumnya, sebagai wujud dari sikap
melepaskan diri, sekaligus penghinaan terhadap tuhan-tuhan mereka. Selain juga
menjelaskan, bahwa tuhan-tuhan itu sama sekali tidak bisa memberikan manfaat
ataupun menimpakan mara bahaya. Berhala-berhala mereka hanya benda mati. Jika
memang kata-kata kalian benar bahwa berhala-berhala kalian bisa menolong,
memberi manfaat dan menimpakan mara bahaya, ini aku, aku melepaskan diri dan
mengutuk semua berhala itu.
“Sebab itu jalankanlah semua tipu dayamu terhadapku dan jangan
kamu tunda lagi,” silakan kalian semua lakukan itu, juga dengan berhala dan
apa pun yang kalian miliki! Silakan kalian timpakan kepadaku sekarang juga,
jangan membuang-buang waktu sesaat pun dan sekejap mata pun, aku tidak peduli,
tidak akan pusing memikirkan kalian. “Sesungguhnya, aku bertawakal kepada
Allah, Tuhanku dan Rabbmu. Tidak satu pun makhluk bergerak yang bernyawa
melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (menguasainya). Sungguh, Tuhanku di
jalan yang lurus (adil).” Yaitu, aku berserah diri kepada Allah, memohon
pertolongan pada-Nya, percaya dengan pertolongan-Nya yang tiada pernah akan
menyia-nyiakan siapa pun yang berlindung dan bersandar pada-Nya. Selain-Nya,
aku tidak peduli dengan apa pun makhluk. Hanya pada-Nya jua aku berserah diri,
dan hanya Dia-lah yang aku ibadahi.
Kata-kata yang disampaikan Hud ini juga merupakan bukti nyata
bahwa ia adalah hamba dan utusan Allah, sementara kaumnya berada dalam
kebodohan dan kesesatan karena menyembah selain Allah, karena mereka tidak
mampu menimpakan keburukan ataupun petaka kepada Hud. Ini menunjukkan bahwa
ajaran yang disampaikan Hud benar adanya, dan tradisi yang dianut serta
diyakini kaumnya batil dan rusak.
Dalil yang sama juga dijadikan pijakan Nuh sebelumnya, seperti
disebutkan dalam firman Allah
melalui lisan Nuh, “Wahai kaumku! Jika
terasa berat bagimu aku tinggal (bersamamu) dan peringatanku dengan ayat-ayat
Allah, maka kepada Allah aku bertawakal. Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan
kumpulkanlah sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku), dan janganlah keputusanmu
itu dirahasiakan. Kemudian bertindaklah terhadap diriku, dan janganlah kamu
tunda lagi.” (Yûnus, 10 : 71).
melalui lisan Nuh, “Wahai kaumku! Jika
terasa berat bagimu aku tinggal (bersamamu) dan peringatanku dengan ayat-ayat
Allah, maka kepada Allah aku bertawakal. Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan
kumpulkanlah sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku), dan janganlah keputusanmu
itu dirahasiakan. Kemudian bertindaklah terhadap diriku, dan janganlah kamu
tunda lagi.” (Yûnus, 10 : 71).
Juga seperti yang disampaikan Ibrahim Al-Khalil
, “Dan kaumnya
membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah kamu hendak membantahku tentang
Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut
kepada (malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali
Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah
kamu dapat mengambil pelajaran? Bagaimana aku takut kepada apa yang kamu
persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak dengan apa yang Allah sendiri
tidak menurunkan keterangan kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Manakah dari
kedua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika
kamu mengetahui?’
, “Dan kaumnya
membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, ‘Apakah kamu hendak membantahku tentang
Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut
kepada (malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali
Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah
kamu dapat mengambil pelajaran? Bagaimana aku takut kepada apa yang kamu
persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak dengan apa yang Allah sendiri
tidak menurunkan keterangan kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Manakah dari
kedua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika
kamu mengetahui?’
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka
mendapat petunjuk. Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada ibrahin
untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami hendaki.
Sesungguhnya, Rabbmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui.” (Al-An’âm, 6 : 80-83).
“Dan berkatalah para pemuka orang kafir dari kaumnya dan yang
mendustakan pertemuan hari akhirat serta mereka yang telah Kami beri kemewahan
dan kesenangan dalam kehidupan di dunia, ‘(Orang) ini tidak lain hanyalah
manusia seperti kamu, dia makan yang apa yang kamu makan, dan dia minum apa
yang kamu minum.’ Dan sungguh, jika kamu menaati manusia seperti kamu,niscaya
kamu pasti rugi. Adakah dia menjanjikan kepada kamu, bahwa apabila kamu telah
mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, sesungguhnya kamu akan dikeluarkan
(dari kuburmu)? Jauh! Jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada
kamu, (kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di
sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi).”
(Al-Mukminûn, 23 : 33-37).
Mereka merasa aneh, jika Allah mengirim seorang utusan dari bangsa
manusia. Syubhat seperti ini sering kali disampaikan oleh orang-orang kafir
bodoh sejak dulu hingga kini, seperti yang Allah sampaikan, “Pantaskah
manusia menjadi heran bahwa Kami memberi wahyu kepada seorang laki-laki di
antara mereka.” (Yûnus, 10 : 2). “Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi
manusia untuk beriman ketika petunjuk datang kepadanya, selain perkataan
mereka, ‘Mengapa Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?’ Katakanlah
(Muhammad), ‘Sekiranya di bumi ada para malaikat, yang berjalan-jalan dengan
tenang, niscaya Kami turunkan kepada mereka malaikat dari langit untuk menjadi
rasul.’” (Al-Isrâ`, 17 : 94-95).
Karena itu, Hud berkata kepada kaumnya, “Dan herankah kamu
bahwa ada peringatan yang datang dari Rabbmu melalui seorang laki-laki dari
kalanganmu sendiri, untuk memberi peringatan kepadamu?” (Hûd, 11 : 69).
Yaitu, ini tidak aneh, karena Allah tahu di mana Ia menempatkan risalah-Nya.
Firman-Nya, “Adakah dia menjanjikan kepada kamu, bahwa apabila
kamu telah mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, sesungguhnya kamu akan
dikeluarkan (dari kuburmu)? Jauh! Jauh sekali (dari kebenaran) apa yang
diancamkan kepada kamu, (kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di
dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi).
Dia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang mengada-ngadakan kebohongan terhadap
Allah, dan kita tidak akan mempercayainya. Dia (Hud) berdoa, ‘Ya Tuhanku,
tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.’” (Al-Mukminûn, 23 : 35-39).
Mereka mengingkari kebangkitan, mengingkari tubuh manusia bisa
berdiri kembali setelah menjadi tanah dan tulang belulang. Kata mereka, “Jauh!
Jauh sekali (dari kebenaran),” yaitu ancaman ini jauh sekali dari
kebenaran, “(Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini,
(di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi),” yaitu
suatu kaum mati, kemudian kaum lainnya muncul. Ini keyakinan atheis, seperti
yang dinyatakan oleh sebagian kalangan zindiq bodoh, “Rahim melahirkan anak,
dan bumi menelan manusia.”
Sementara kalangan Dauriyah, mereka meyakini bahwa manusia
akan dikembalikan lagi ke dunia dalam siklus 36.000 tahun sekali.
Itu semua dusta, ingkar, kebodohan dan kesesatan, hanya
pernyataan-pernyataan batil, ilusi, dan keliru tanpa bukti dan argumentasi.
Disukai akal orang-orang keji dan kafir dari kalangan keturunan Adam yang tidak
berakal dan tidak mendapat petunjuk, seperti yang disampaikan Allah, “Dan
agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, tertarik kepada
bisikan itu, dan menyenanginya, dan agar mereka melakukan apa yang biasa mereka
lakukan.” (Al-An’âm, 6 : 113).
Dalam nasihat yang disampaikan pada kaumnya, Hud mengatakan “Apakah
kamu mendirikan istana-istana pada setiap tanah yang tinggi untuk kemegahan
tanpa ditempati, dan kamu membuat benteng-benteng dengan harapan kamu hidup
kekal?” (Asy-Syu’arâ`, 26 : 128-129).
Hud mengatakan kepada kaumnya, “Patutkah kalian mendirikan
bangunan besar di setiap tempat laksana istana-istana hanya untuk mainan belaka
karena sebenarnya bangunan-bangunan itu tidak kalian butuhkan,” karena mereka
hanya tinggal di perkemahan-perkemahan, seperti yang Allah sampaikan, “Tidakkah
engkau (Muhammad) memperhatikan bagaimana Rabbmu berbuat terhadap (kaum) Ad?
(yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang
tinggi.” (Al-Fajr, 89 : 6-7). Penduduk Iram kaum Ad ini adalah kaum Ad
pertama yang menempati perkemahan-perkemahan dengan tiang-tiang yang besar.
Salah bagi siapa pun yang menyatakan bahwa Iram adalah sebuah kota
yang terbuat dari emas, perak, dan selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lain. Pernyataan ini tidak berdasar.
Firman-Nya, “Apakah kamu mendirikan istana-istana,” menurut
salah satu pendapat, mashâni’ artinya istana-istana. Pendapat lain
mengartikan menara. Yang lain mengartikan tempat pengambilan air. “Dan kamu
membuat benteng-benteng dengan harapan kamu hidup kekal?” yaitu kalian
berharap menempati negeri ini dalam waktu lama. “Dan apabila kamu menyiksa,
maka kamu lakukan secara kejam dan bengis. Maka bertawakalah kepada Allah dan
taatlah kepadaku, dan tetaplah kamu bertakwa kepada-Nya yang telah
menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia (Allah) telah
menganugerahkan kepadamu hewan ternah dan anak-anak, dan kebun-kebun, dan mata
air, sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar.”
(Asy-Syu’arâ`, 26 : 131-135).
Mereka berkata kepada Hud, “Apakah kedatanganmu kepada kami,
agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah
oleh nenek moyang kami? Maka buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika kamu
benar!” (Al-A’râf, 7 : 70). Yaitu, apakah kedatanganmu kepada kami agar
kami hanya beribadah kepada Allah semata, menentang nenek moyang, para
pendahulu kami, dan keyakinan yang mereka anut? Kalau memang ajaran yang kau
sampaikan itu benar, silakan kau timpakan azab dan siksa yang kau ancamkan
kepada kami itu, karena kami tidak beriman, tidak akan mengikuti dan
mempercayaimu.”
Seperti yang yang mereka katakan, “Sama saja bagi kami, apakah
engkau memberi nasihan atau tidak memberi nasihan, (agama kami) ini tidak lain hanyalah
adat kebiasaan orang-orang terdahulu, dan kami (sama sekali) tidak akan diazab.”
(Asy-Syu’arâ`, 26 : 136-138). Sementara menurut qiraah خَلُقُ الْأًوًّلِيْنَ artinya kebohongan
orang-orang terdahulu. Artinya, ajaran yang kau sampaikan ini tidak lain
hanyalah kebohongan yang kau sadur dari kitab-kitab orang-orang terdahulu.
Demikian penafsiran sejumlah sahabat dan tabi’in. Sementara menurut qiraah خُلُقُ الْأًوًّلِيْنَ maksudnya agama. Artinya, agama yang kami
anut ini adalah agama para nenek moyang dan pendulu kami. Kami tidak akan
meninggalkan agama ini dan beralih memeluk agama lain, kami tidak akan berubah,
dan kami akan senantiasa berpegang teguh pada agama kami ini.
Kedua qiraah ini maknanya selaras dengan kata-kata mereka, “Dan
kami (sama sekali) tidak akan diazab.”
Hud menjawab, “Sungguh, kebencian dan kemurkaan dari Rabb akan
menimpa kami. Apakah kamu hendak berbantah denganku tentang nama-nama (berhala)
yang kamu dan nenek moyangmu buat sendiri, padahal Allah tidak menurunkan
keterangan untuk itu? Jika demikian, tunggulah! Sesungguhnya, aku pun bersamamu
termasuk yang menunggu.” (Al-A’râf, 7 : 71).
Kata-kata kalian yang kotor ini membuat kalian patut mendapatkan
murka dan siksa Allah. Patutkah kalian menentang peribadatan kepada Allah semata,
tiada sekutu bagi-Nya, dengan penyembahan patung yang kalian pahat dan kalian
beri nama sendiri seperti yang kalian
dan nenek moyang kalian sepakati, yang sama sekali tidak Allah turunkan
penjelasannya. Yaitu, Allah tidak menurunkan dalil ataupun bukti nyata atas
keyakinan yang kalian anut itu. Karena kalian enggan menerima kebenaran, dan
terus-menerus berada dalam kebatilan. Kalian aku larang meyakini dan menyembah
berhala-berhala ataupun tidak, tetap saja sama bagi kalian. Maka tunggulah azab
Allah yang akan menimpa kalian, tunggulah siksa dan hukuman-Nya yang tiada
dapat tertolak.
Allah
berfirman, “Dia (Hud) berdoa, ‘Ya Tuhanku,
tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.’ Dia (Allah) berfirman, ‘Tidak
lama lagi mereka pasti akan menyesal.’ Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh
suara yang mengguntur, dan Kami jadikan mereka (seperti) sampah yang dibawa
banjir. Maka binasalah bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Mukminûn, 23 :
39-41).
berfirman, “Dia (Hud) berdoa, ‘Ya Tuhanku,
tolonglah aku karena mereka mendustakan aku.’ Dia (Allah) berfirman, ‘Tidak
lama lagi mereka pasti akan menyesal.’ Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh
suara yang mengguntur, dan Kami jadikan mereka (seperti) sampah yang dibawa
banjir. Maka binasalah bagi orang-orang yang zalim.” (Al-Mukminûn, 23 :
39-41).
Allah
berfirman, “Mereka menjawab, ‘Apakah engkau
datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami?
Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah engkau ancamkan kepada kami jika
engkau termasuk orang yang benar.’ Dia (Hud) berkata, ‘Sesungguhnya, ilmu
(tentang itu) hanya pada Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang
diwahyukan kepadaku, tetapi aku melihat kamu adalah kaum yang berlaku bodoh.’
berfirman, “Mereka menjawab, ‘Apakah engkau
datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami?
Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah engkau ancamkan kepada kami jika
engkau termasuk orang yang benar.’ Dia (Hud) berkata, ‘Sesungguhnya, ilmu
(tentang itu) hanya pada Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang
diwahyukan kepadaku, tetapi aku melihat kamu adalah kaum yang berlaku bodoh.’
Maka ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, mereka berkata, ‘Inilah awan yang akan menurunkan hujan
kepada kita.’ (Bukan!) Tetapi itulah azab yang kamu minta agar disegerakan
datangnya (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan
segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, sehingga mereka (kaum Ad) menjadi
tidak tampak lagi (di bumi) kecuali hanya (bekas-bekas) tempat tinggal mereka.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” (Al-Aḥqâf, 46 :22-25).

.jpg)
goood story
ReplyDeleteMemang perlu memunculkan kembali cerita-cerita islami semata-mata demi menambah keimanan dan ketaqwaan umat islam.
ReplyDeleteNice gan by BlogipRikardo
ReplyDelete